Makassar, 18 Juni 2025 – Proses pengangkatan Dewan Pengawas (Dewas) rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menuai sorotan tajam dari DPRD Sulsel, khususnya dari Fraksi PKS. Dalam rapat kerja bersama Dinas Kesehatan dan jajaran direktur RS lingkup Pemprov Sulsel, anggota Komisi E dari Fraksi PKS, Yeni Rahman, menyoroti absennya proses seleksi terbuka dalam pengangkatan para Dewas.
“Honorer saja dites dulu untuk bisa bekerja, masa Dewas yang pegang fungsi strategis malah bisa langsung ditunjuk tanpa seleksi? Ini menyangkut amanah, menyangkut uang negara,” tegas Yeni.
Rapat tersebut membahas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun anggaran 2024, yang mengungkap sejumlah temuan terkait tata kelola di rumah sakit daerah.
Yeni menyampaikan bahwa lemahnya kinerja Dewas berkontribusi terhadap munculnya temuan BPK. Ia menyebut jabatan Dewas bukan sekadar formalitas, melainkan harus diisi oleh figur yang kredibel dan profesional.
“Pengangkatan Dewas memang hak prerogatif Gubernur, tapi publik punya hak untuk tahu siapa mereka, apa kapasitasnya, dan bagaimana prosesnya. Kalau orang-orang itu dibayar dari uang negara, maka harus diuji secara layak,” ujarnya.
Yeni juga menyentil realitas sosial yang timpang: banyak pelamar honorer gagal karena tes yang sulit, sementara jabatan strategis justru diberikan begitu saja tanpa proses uji kelayakan.
“Banyak yang nangis gagal tes honorer, tapi Dewas diangkat hanya karena kedekatan atau lobi. Ini bukan hanya persoalan teknis, tapi juga moral,” kritik legislator perempuan dari Fraksi PKS ini.
Ia juga menambahkan bahwa ketidaktransparanan dalam pengangkatan Dewas tidak hanya terjadi di rumah sakit, tapi juga pada BUMD dan lembaga lain di bawah Pemprov.
“Mereka ini mengelola dana publik. Kalau tidak diawasi sejak awal, jangan heran kalau nanti muncul masalah. Kita tidak ingin fungsi pengawasan hanya jadi simbol tanpa pengaruh apa-apa,” tambahnya.
Fraksi PKS memastikan akan memanggil para Dewas rumah sakit dalam rapat selanjutnya untuk meminta pertanggungjawaban publik atas peran dan kinerja mereka.
“Kami ingin tahu langsung siapa mereka, bagaimana kinerjanya. Karena banyak temuan BPK yang seharusnya bisa dicegah kalau fungsi Dewas berjalan,” tutup Yeni.
Catatan:
Berdasarkan LHP BPK, ditemukan sedikitnya empat poin kelemahan tata kelola rumah sakit, termasuk belanja tidak sesuai, pengelolaan dana tidak optimal, dan potensi kerugian keuangan negara. BPK merekomendasikan Pemprov melakukan pembenahan struktural dan fungsional dengan tenggat waktu 60 hari.
Fraksi PKS menegaskan: setiap jabatan publik, apalagi yang berkaitan dengan uang rakyat dan layanan kesehatan, harus melalui proses seleksi yang transparan dan akuntabel. Karena amanah tak bisa ditukar dengan kedekatan!